Sumedang,Kabandungan Online
Inilah bentuk kesenian
tradisional khas Sunda yang merupakan paduan seni musik, igel (tari), dan hewan
peliharaan. Dengan kuda yang dilatih oleh ahlinya, kesenian Kuda Renggong sudah
menjadi bagian dari masyarakat Sunda. Di Tatar Jawa Barat, Kuda Renggong bisa
kita lihat saat acara hajatan budak sunat. Anak yang disunat biasanya diarah
dengan menggunakan kuda yang dihias dan sang kuda berjalan sambil menari
mengikuti irama musik di belakangnya.
Kesenian khas Sunda ini
sejatinya menyimpan potensi untuk dikembangkan menjadi salah satu atraksi
hiburan bagi wisatawan. Dan itulah yang digelar oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Sumedang dengan mengadakan Festival Seni Kuda Renggong Se-Jawa Barat
2016. Kegiatan ini diselenggarakan di Lapangan Pacuan Kuda Sindangraja (Dano),
Sumedang utara, Kabupaten Sumedang pada Minggu 14 Agustus 2016.
Festival Seni Kuda
Renggong se-Jawa Barat 2016 diselenggarakan oleh Paguyuban Kuda Renggong
Kabupaten Sumedang (Paskures) serta Pordasi Jabar. Penyelenggaraan kesenian
Kuda Renggong sebagai upaya pelestarian dan pemeliharaan kesenian tradisional
kuda renggong.Sebanyak 25 grup Seni Kuda renggong dari 5 kabupaten/kota di Jawa
Barat yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Subang, Majalengka, dan Sumedang
mengikuti Festival Kuda Renggong tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2016. Acara
yang dibuka langsung Bupati Sumedang, H. Eka Setiawan.
Pembukaan diawali dengan
penampilan Seni Tanji anak-anak dari SDN Cigintung yang diikuti oleh Helaran
(defile) dari semua peserta festival. Prosesi pembukaan diisi oleh penampilan
tari dari Sanggar Seni Karina Maung Lugay dengan diiringi oleh musik Tanji.
Sesuai dengan kategori
penilaian festival, masing-masing grup terdiri atas 1 ekor Kuda Renggong
Balaster, 1 ekor Kuda Renggong Sandel, 1 ekor Kuda Renggong Silat (Pencak), 1
kelompok musik tanji, dan 1 kelomok penari. “Piala, piagam dan uang
pembinaanakan akan diberikan kepada Juara I, II, dan III di setiap kategori
yang dilombakan,” tuturnya.
Jumlah peserta dari tiap
kabupaten/kota berdasarkan hasil seleksi dari tiap kecamatan yang mempunyai
grup Seni Kuda Renggong. “Peserta yang tidak membawa grup musik pengiring bisa
menggunakan grup musik yang telah disediakan oleh panitia,” ujarnya Eka.
Dikatakan, juri festival
sebanyak 3 orang yang terdiri atas unsur Disparpora Kabupaten Sumedang, STSI
Bandung, dan seniman Kuda Renggong. “Kriteria penilaian untuk Kuda Renggong
meliputi gerak tari, sistem pengendalian, dan harmonisasi. Untuk Kuda Pencak
meliputi keterampilan atau taraksi kuda, sistem pengendalian, dan harmonisasi.
Untuk grup musik pengiring meliputi keseragaman pakaian, harmonisasi, refleksi,
dan kreativitas. Sedangkan untuk penari meliputi Wiraga, Wirahma, dan Wirasa,”
terangnya.
Ketua Pordasi Jawa Barat
Agus Welianto yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan bahwa kegiatan
tersebut juga dimaksudkan sebagai sosialiasi PON XIX Jabar yang akan digelar
beberapa minggu lagi. “Kita mennargetkan 8 medali emas pada PON nanti melalui
Cabor berkuda. Kuda-kuda yang digunakan oleh kontingen Jabar sebagian besar
dari Sumedang,” tuturnya.
Ia juga meminta kepada
Pemerintah Kabupaten Sumedang agar dapat meningkatkan sarana dan prasarana yang
ada di Pacuan Kuda Sumedang sebagai pusat pembinaan para atlet dan seniman kuda
Sumedang.
Dengan digelarnya
festival tersebut, ia mengharapkan agar hak cipta Seni Kuda Renggong dapat
tetap dipertahankan dan tidak diklaim oleh bangsa lain. “Festival ini rutin
diagendakan tiap tahun di Sumedang dengan harapan Seni Kuda Renggong tetap lestari
dan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” ucapnya.
Hal yang sama disampaikan
oleh Kepala Disparbud Jawa Barat Ny. Ida Hernida yang berpesan agar Seni Kuda
Renggong tetap dipertahankan sebagai seni warisan leluhur bernilai tinggi.
“Saya titip agar Seni Kuda Renggong ini jangan sampai direbut oleh negara
lain,” katanya.
Untuk itu, ia berjanji
akan terus mendukung terselenggaranya kegiatan tersebut dari segi anggaran.
“Saya akan sampaikan kepada Gubernur agar kegiatan ini terus berlangsung tiap
tahunnya. Saya juga minta kepada Pak Agus Welianto yang duduk di DPRD agar
turut mensupportnya,” ujarnya.
Bupati menyampaikan
ucapan selamat dan penghargaannya kepada para peserta festival khususnya yang
datang dari luar Sumedang. “Meskipun Kuda Renggong tumbuh dan berkembang di
Sumedang, namun Alhamdulillah telah berkembang luas di beberapa daerah lainnya
di Jawa Barat. Mudah-mudahan tahun depan ada kabupaten lain yang ikut bergabung
lagi,” ucapnya.
Selain dengan tetap
melakukan pembinaan dan perbaikan sarana dan prasarana yang ada, Bupati juga
berpesan agar seluruh seniman dan penggiat Seni Kuda Renggong dapat terus
menjaga kelestarian tersebut. “Saya menyampaikan terima kasih kepada tokoh,
seniman, dan budayawan yang terus memberikan perhatiannya terhadap kesenian
asli Sumedang ini. Semoga dapat terus mempertahankannya,” imbuhnya.
Sejak Mei 2015, kesenian
tradisional Kuda Renggong ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional berasal dari Jawa Barat. Penetapan
ini dikuatkan dengan pemberian sertifikat penetapan bernomor 1539908 dari
perwakilan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada acara Festival Seni Kuda
Renggong se-Kabupaten Sumedang.
SEJARAH KESENIAN KUDA RENGGONG
Nama Kuda Renggong tak
dapat dilepaskan dari Sumedang. Dilansir dari
http://uun-halimah.blogspot.co.id, kesenian Kuda Renggong atau yang dahulu
biasa disebut kuda igel karena bisa ngigel (menari) ini konon tumbuh dan
berkembang di kalangan masyarakat Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten
Sumedang.
Sekitar tahun 1880-an,
ada seorang anak laki-laki bernama Sipan yang mempunyai kebiasaan mengamati
tingkah laku kuda-kuda miliknya yang bernama si Cengek dan si Dengkek. Dari
pengamatannya itu, ia menyimpulkan bahwa kuda juga dapat dilatih untuk
mengikuti gerakan-gerakan yang diinginkan oleh manusia.
Selanjutnya, ia pun mulai
melatih si Cengek dan si Dengkek untuk melakukan gerakan-gerakan seperti: lari
melintang (adean), gerak lari ke pinggir seperti ayam yang sedang birahi
(beger), gerak langkah pendek namun cepat (torolong), melangkah cepat (derep
atau jogrog), gerakan kaki seperti setengah berlari (anjing minggat), dan gerak
kaki depan cepat dan serempak (congklang) seperti gerakan yang biasa dilakukan
oleh kuda pacu.
Cara yang digunakan untuk
melatih kuda agar mau melakukan gerakan-gerakan tersebut adalah dengan memegang
tali kendali kuda dan mencambuknya dari belakang agar mengikuti irama musik
yang diperdengarkan. Latihan dilakukan selama tiga bulan berturut-turut hingga
kuda menjadi terbiasa dan setiap mendengar musik pengiring ia akan menari
dengan sendirinya.
Melihat keberhasilan
Sipan dalam melatih kuda-kudanya ‘ngarenggong’ membuat Pangeran Aria Surya
Atmadja yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Sumedang menjadi tertarik dan memerintahkannya
untuk melatih kuda-kudanya yang didatangkan langsung dari Pulau Sumbawa. Dan,
dari melatih kuda-kuda milik Pangeran Aria Surya Atmadja inilah akhirnya Sipan
dikenal sebagai pencipta kesenian kuda renggong.
Red : Topan Purnama
0 comments:
Post a Comment